BLANTERORIONv101

Xpose Uncensored Trans 7 dan Lirboyo Apakah Sebuah Kritik ?

28 Oktober 2025

 



Memberikan kritik terhadap suatu hal merupakan hak bagi semua orang. Di Indonesia, semua orang berhak mengeluarkan pendapatnya. Sebagaimana yang telah diatur pada UU Dasar 1945 Pasal 28E ayat (3), "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat"

Kritik bisa muncul karena ada suatu hal yang tidak sesuai. Dengan memberikan sebuah kritik kepada seseorang, harapannya orang tersebut bisa berbenah diri.

Saat ini yang sedang ramai diperbincangkan oleh publik adalah kasus trans 7 mengkritik kehidupan persantren khususnya Pondok Pesantren Lirboyo. Pada program Xpose Uncensored yang ditayangkan pada 13 Oktober 2025. Pada program tersebut menayangkan segmen tentang kehidupan pesantren. Namun, tayangan tersebut tidak menceritakan kehidupan pesantren yang penuh kegembiraan dengan nilai-nilai islam yang melingkupinya tapi sebaliknya. Pada program tersebut menayangkan bermacam keburukan di pesantren. Semisal untuk mendapatkan segelas susu para santri harus berjalan jongkok, membersihkan rumah kyai, dan lainnya.

Tidak hanya itu, pada tanyangan tersebut juga diiringi oleh narasi yang sinis seperti 

”keliatannya agak mirip anak-anak yang lagi digembleng sama satpol PP sih”

”Dengan kasih amplop ke kyai harapannya bisa dapat berkah kalo enggak ya ambil hikmahnya aja”

”udah kaya raya dikasih banyak amplop eh pekerjaan rumah tangga dialihkan dong ke santri” dan lainnya. Narasi tersebut juga disampaikan dengan nada yang nyinyir.

Dampak dari tanyangan tersebut pun akhirnya memicu kemarahan dari para santri, alumni bahkan masyarakat. Tagar boikot trans 7 juga ramai dan berbagai kecaman dilayangkan kepada pihak Trans 7. Bahkan terjadi demo oleh pihak pesantren kepada Trans 7.

Sehingga kenapa bisa kritik ini bisa sampai mengundang kemarahan publik? Menurut penulis ada beberapa hal fatal yang dilakukan oleh pihak program. 

Pertama adalah cara menyampaikan kritik yang tidak layak jika ditayangkan pada media massa. Banyak diksi yang digunakan mengandung ejekan atau unsur merendahkan pihak pesantren hingga bisa melanggar UU terkait pencemaran nama baik. 

Kedua adalah topik yang dibahas memiliki sifat sensitif tinggi bagi sebagian masyarakat. Mengaggap Kyai bukan sebagai figur yang biasa tetapi figur yang seharusnya dihormati. Kritik kepada Kyai bukan hanya dianggap salah tapi juga sebagai kedosaan. 

Ketiga penyampaian kritik kurang adanya pendasaran yang jelas. Program hanya menanyangkan kritik saja kepada pesantren tanpa dilengkapi semisal dalil atau data pendukung tentang kritikannya tersebut. Sehingga kritikannya dianggap bukan untuk memberikan perbaikan tetapi hanya hinaan saja.

Jadi kita sebagai seorang manusia yang punya hak untuk menyampaikan pendapat kita seharusnya menggunakan hak kita dengan baik dan benar. Dengan menyampaikan kritik dengan norma kesopanan dan bukti argumen yang jelas dan ilmiah. Sehigga kritik yang kita sampaikan bisa disambut baik oleh publik

Kritik mungkin tidak menyenangkan, tetapi itu perlu. Ini memenuhi fungsi yang sama dengan rasa sakit di tubuh manusia. Itu menarik perhatian pada keadaan yang tidak sehat. - Winston Chrunchill

Komentar